Monday 4 June 2018

Murid SD Penyandang Disabilitas Ini Kirim Surat Ke Presiden Minta Kaki Palsu (1)

Muhammad  Amin Syam (11), murid kelas 6, Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Hikmah,  desa Tolada, Kecamatan Malangke, Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan, dia adalah penyandang disabilitas.  Kondisinya sebagai murid penyandang disabilitas, mengalami cacat bawaan sejak lahir, yakni tangan kiri dan kaki kiri mengecil. Meski demikian, Muhammad Amin Syam, setiap hari menjalani hari harinya dengan tabah dan sabar.

Meski mengalami kekurangan, dia dapat ke sekolah, dengan mengendarai sepeda setiap hari berjarak kurang lebih 1 kilometer. Kondisinya sebagai penyandang disabilitas, memohon bantuan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, melalui suratnya yang viral di media sosial, dalam bentuk video dan surat.

Dalam isi suratnya, Amin, panggilan akrabnya, meminta kaki palsu kepada Joko Widodo untuk menggantikan kaki palsu, yang selama ini digunakan karena kini sudah tak layak dipakai, akibat termakan usia.

Dalam isi surat yang ditulis tangan tersebut, Amin menegaskan bahwa dirinya tak berharap apa-apa selain kaki palsu untuk membantu dirinya beraktifitas dan bersekolah.

Amin, bahkan menceritakan kondisi keluarganya yang ada di desa Tolada, bahwa kondisi ekonomi mereka sangat sulit, ibu kandungnya kini seorang janda lantaran ayah kandungnya pergi meninggalkan mereka berdua karena tak sudi memiliki anak cacat.

Tak sampai disitu saja, Amin  juga mengaku hanya memiliki satu tangan dan satu kaki bahkan Amin bersama ibu kandungnya hanya menumpang di rumah tantenya, dengan kondisi ekonomi tantenya juga sangat terbatas bahkan untuk hidup sehari-hari mereka tak berkecukupan.

Amin menitipkan suratnya tersebut kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk membantu menyampaikannya kepada presiden Joko Widodo agar permintaan kaki palsu bisa terkabulkan.

Ditemui Kompas.com di rumahnya, Amin sangat gembira ada media yang bisa mempublikasikannya, menurutnya bahwa surat tersebut sengaja ditulisnya dan disampaikan pada pamannya Ahmad untuk dipublish di media sosial.

“Saya yang menulis surat itu pada bulan Maret, sekitar 2 minggu yang lalu, dan dipublish di media sosial Facebook atas nama paman saya Ahmad,” kata  Amin, Selasa (10/4/2018).

Lanjut Amin, selain menulis surat, dirinya juga meminta kepada ibunya untuk memvideokan lalu dipublish.

“Saya juga meminta kepada ibu untuk memvideokan saya agar lebih jelas keadaan saya, dan video itu saya berikan ke paman untuk dipublish,” lanjutnya.

Melihat kondisinya sebagai penyandang disabilitas, Amin mengaku tetap percaya diri terhadap dirinya, baik ke sekolah maupun di lingkungannya.

“Saya tidak punya perasaan lain seperti mau malu kepada siapa saja, saya tetap bergaul bermain dengan teman di sekolah maupun di kampung, dan mereka menerima saya apa adanya,” tuturnya.

Orang tua ibu Amin, Andi Besse, mengaku merawat Amin sejak lahir dengan sabar, meski saat itu, suaminya seorang polisi bernama Samduddin Amin yang bertugas di Mamuju Sulawesi Barat nekat meningalkan keduanya, yang diduga karena tidak ingin melihat anaknya lahir dalam kondisi cacat.

“Dulu kami bersama di Mamuju, setelah lahir Amin, dan melihat kondisinya yang cacat, tiba tiba bapaknya meninggalkan kami, dan sampai saat ini kami tak tahu dimana keberadaannya, sudah belasan tahun kami tidak mengetahuinya,” kata Andi Besse.

Kehidupan Andi Besse, sungguh terpukul, kemana mana terpaksa harus membawa Amin, demi menghidupi keluarganya, dengan cara kerja di perusahaan Kelapa Sawit, lalu memilih pulang ke kampung untuk bekerja bersama keluarga. Kini Andi Besse, memilih bekerja sebagai tukang jahit di desa Tolada,

“Untuk bisa menghidupi dan melanjutkan pendidikan Amin, saya memilih bekerja sebagai tukang jahit di desa ini, dengan penghasilan yang tidak menentu, kadang dapat 100 ribu perminggu kadang juga tidak, tergantung jika ada yang memberikan jahitan, mesin jahit yng saya pakaipun masih numpang sama mesin jahit milik keluarga, ” ucapnya.

No comments: