Saturday, 28 August 2010

SKRIPSIKU II : TINJAUANPUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL)
Berdasarkan Undang–undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, menyatakan bahwa Taman Nasional adalah Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. (Departemen Kehutanan, (1990)
Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) secara legalitas formal ditunjuk sebagai Taman Nasional oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1993 melalui SK No 593/Kpts-II/1993 dan dikukuhkan atau ditetapkan sebagai Taman Nasional Lore Lindu  pada tahun 1999 dengan luas kawasan 217.991,18 Ha berdasarkan SK Menhutbun No 464/Kpts-II/1999 tanggal 23 Juni 1999 dengan tata batas temu gelang 644Km. Jumlah kecamatan terdiri atas 6 kecamatan dan 2 kabupaten yaitu Poso dan Donggala. (The Nature Conservancy, 2003)
Berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/kpts-II/2002 dan No. 6187/kpts-II/2002 tanggal 10 Juni 2002 mengenai penetapan organisasi dan tata kerja Balai Taman Nasional  dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam, maka Balai TNLL termasuk dalam Tipe B yang terdiri dari Kepala Balai, Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Koservasi Wilayah I,II, dan III dan Kelompok jabatan Fungsional. Seksi wilayah Konservasi I, II, dan III, mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana, program dan evaluasi. Pengawetan, Pengelolaan dan pemanfaatan lestari, perlindungan dan pengamanan penanggulangan kebakaran kawasan, promosi dan informasi, bina wisata alam dan cinta alam, penyuluhan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, serta kerjasama dibidang pengelolaan Taman Nasional dan pelaksanaan urusan tata usaha wilayah I, II, dan III.( The Nature Conservancy 2003 ) 
Dalam kawasan TNLL dijumpai tiga hulu penting, yaitu sungai Puna yang mengalir ke arah Timur, Sungai Palu/Gumbasa yang mengalir ke Utara melewati lembah Palu, dan bermuara di teluk Palu serta Sungai Lariang yang merupakan sungai terpanjang di Sulawesi sepanjang 225 Km dan bermuara di Selat Makassar bagian Barat Sulawesi. (Dirjend PHKA, 2001) 
Vegetasi yang ada sebagian besar merupakan hutan pegunungan dan sebagian kecil merupakan hutan pamah, variasi vegetasinya sangat besar tercatat sekitar 27 tipe ekosistem, diantaranya merupakan ekosistem hutan pegunungan rendah, hutan rawa, hutan kerangas, hutan berlumut, Alpine, Sawah, hutan tepian danau, hutan tegakan Agathis, tegakan Eucalyptus, dan lain-lain.  (Wiriadinata dan Prawiroatmojo, 2001)
Hasil inventarisasi LPA Awam Green tahun tahun 2000 ditemukan 415 jenis material obat tradisional dari 287 jenis tumbuhan bahan pengobatan tradisional. Jenis tumbuhan yang digunakan umumnya adalah kelompok tumbuhan tahunan berupa terna 50%, umbi-umbian (rhizoid) 15%, rumput-rumputan 15%, perdu 6% dan bagian pohon 14%. Adapun bagian yang paling banyak digunakan adalah daun (60%).   (Balai TNLL, 2004).

2.2. Pengertian Hutan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentang ketentuan pokok kehutanan menyatakan bahwa yang dimaksud hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan.  (BKS Intim, 1984).
Dalam Undang-undang Nomor 41 tentang Kehutanan Tahun 1999, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya hayati yang didominasi oleh persekutuan alam lingkungannya yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan, dan ditetapkan oleh menteri kehutanan. (Departemen Kehutanan, 1999).                                                                                                                                                                                                                                                               
Hutan adalah salah satu komponen lingkungan hidup yang sangat vital. Hutan merupakan sumberdaya ekonomi pemasok kayu dan non kayu, misalnya Rotan dan berbagai jenis getah. Hutan sebagai sumberdaya ekonomi yang menonjol dalam kehidupan kita, terutama kayunya, sedangkan hasil non kayu, belum mendapat perhatian. Lahan hutan merupakan sumberdaya yang banyak dimanfaatklan, misalnya untuk transmigrasi dan pembangunan perkebunan. Hutan mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting antara lain, hidro-orologis, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim serta rosot (penyimpan sink) karbon (Soemarwoto,2001)
Menurut Fatah (2002), hutan adalah salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, karenanya seorang rimbawan haruslah memiliki rasa cinta dan peduli terhadap kelestarian hutan beserta segala isinya sebagai manifestasi ciptaan Allah SWT. Pengurusan dan penyelenggaran kehutanan harus diperuntukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, artinya setiap rimbawan harus memiliki dan erusaha menunjukan manfaat sumberdaya hutan bagi keberlanjutan masyarakat luas secara adil dan merata.   

2.3.  Pengertian Hutan Primer
Menurut Suhendang (2002), Hutan Primer adalah hutan yang belum pernah mendapatkan gangguan manusia atau telah mendapatkan sedikit gangguan untuk keperluan berburu, berkumpul dan penebangan pohon secara individu, bukan tegakan untuk mengambil buah atau kemenyan, yang dampak kerusakannya tidak berarti, sehingga hutan tersebut secara alami mampu kembali pada keadaan semula dalam hal struktur, fungsi dan dinamikanya.
Ditinjau dari besar kecilnya gangguan terhadap ekosistem hutan, dikenal adanya hutan primer dan hutan sekunder, dimana hutan primer adalah hutan alam yang stabil yang belum pernah mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia. (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1989)

2.4. Jenis Vegetasi Hutan
Vegetasi adalah suatu kumpulan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari beberapa jenis, hidup bersama-sama pada suatu tempat dan saling berinteraksi. Sedangkan komposisi  dan struktur vegetasi adalah fungsi dari beberapa faktor yang antara lain : flora daerah, habitat, waktu dan kesempatan. (Arief, 1994).
Vegetasi bumi berbeda dari benua ke benua, dari daerah ke daerah malahan dari tempat ke tempat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan temperatur udara, curah hujan, kelembaban udara, kelembaban tanah, keadaan fisik tanah, kondisi kesuburan tanah dan lain - lain. Secara umum vegetasi bumi terbagi tiga yaitu Gurun, Savana, dan Hutan.  (Sagala, 1994)
Kemampuan beradaptasi tumbuhan bermacam-macam, tumbuhan menyesuaikan bentuk atau fungsi untuk hidup dibawah kondisi tertentu, dan kenyataan itu sebagian besar membatasi penyebarannya di Bumi, maka komunitas yang terbentuk secara kolektif dari tumbuhan secara keseluruhan kita sebut vegetasi yang terbatas luas penyebarannya oleh kondisi-kondisi setempat, lebih jauh disebutkan bahwa kemampuan beradaptasi suatu vegetasi dipengaruhi oleh jenis-jenis yang dominan, tingkat kehadirannya, pengaruhi kondisi klimatis, edafis dan faktor lain yang lebih berpengaruh.  (Polunin, 1960)   
            Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan serta reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilisasi. Proses ini disebut suksesi. Selama suksesi berlangsung hingga tercapai stabilisasi atau keseimbangan dinamis dengan lingkungan, terjadi pergantian masyarakat tumbuh-tumbuhan hingga terbentuk masyarakat yang disebut vegetasi klimaks.  (Soerianegara dkk, 1983).
            Menurut Perry (1994), bahwa dalam ekosistem hutan, pohon-pohon berfungsi sebagai makanan dasar dan tempat tinggal binatang dan mikroorganisme, sedangkan binatang dan mikroorganisme berfungsi sebagai pengedar unsur hara dan pengatur keseimbangan antar populasi, sehingga terbentuk aspek fungsi dalam ekosistem hutan yaitu :
1.       berpengaruh terhadap proses internal misalnya fotosintesis, siklus hara dan pertumbuhan populasi.
2.       berpengaruh pada proses eksternal, misalnya siklus hidrologi dan penyerapan/pemantulan energi matahari.
3.       berpengaruh pada struktur sistem yaitu keseimbangan antara populasi yang berbeda. 
Komunitas tumbuhan atau vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup pada suatu bentang alam dalam suatu ekosistem. Masyarakat tumbuhan adalah kumpulan dari beberapa populasi tumbuhan yang saling berinteraksi pada suatu daerah (habitat) tertentu. Bentuk suatu vegetasi merupakan hasil interaksi faktor faktor lingkungan antara lain seperti bahan induk, topografi, tanah, iklim dan organisme hidup. Interaksi dan faktor-faktor tersebut dapat digunakan sebagai indikator dari lingkungan komponen-komponen penduga sifat lingkungan yang berhubungan. (FKIP Universitas Tadulako, 2000).

2.5. Komposisi dan Struktur Tegakan.
Menurut Yunus (1984) bahwa komposisi jenis suatu hutan adalah susunan jenis-jenis pohon beserta nilai kuantitatif masing-masing jenis penyusun hutan tersebut. Struktur hutan adalah susunan tegakan berdasarkan umur, kelas, diameter, kelas tajuk atau kelas pohon lainnya.
             Menurut Sutisna (1988) bahwa stratum hutan adalah suatu lapisan pohon bertajuk dengan ketinggian yang berbeda diantara batas-batas tertentu. Dalam masyarakat hutan, stratum terbentuk sebagai akibat persaingan jenis-jenis tertentu yang lebih berkuasa (dominan) dari pada yang lain. Pohon-pohon tinggi dari stratum atau lapisan teratas mengalahkan atau menguasai pohon-pohon yang lebih rendah dan merupakan  jenis pohon yang mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan .
            Menurut Arief (1994), struktur tegakan adalah  susunan tegakan berdasarkan tinggi, umur, kelas, diameter, tajuk dan kelas pohon lainnya. Dalam mendeskripsikan tegakan hutan adalah dengan mempelajari komposisi (susunan) dan struktur (bentuk) tegakan yang dihitung secara kuantitatif dengan parameter kerapatan, frekuensi dan penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar. Menurut Richard (1996) terdapat lima lapisan dalam hutan yaitu :
1.      Lapisan A, dengan tinggi pohon 35 meter keatas, tajuk pohon dilapisan ini biasanya terputus.
2.      Lapisan B, Pohon-pohon penyusun yang mempunyai tinggi diatas 18 meter, lapisan tidak bersambungan.
3.      Lapisan C, tinggi pohon yang menyusun lapisan ini adalah diatas 8 meter dan lapisan tajuk bersambungan dan merupakan lapisan tajuk yang paling rapat.
4.      Lapisan D, Pohon-pohon dengan ketinggian diatas 3 meter yang berupa semak dan belukar.
5.      Lapisan E, lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah berupa tumbuh-tumbuhan herba dan anakan pohon yang memiliki tinggi dibawah 3 meter.   

2.6 Analisis Vegetasi

            Kegiatan analisis vegetasi dapat mengungkapkan nilai ekologi dan ekonomi suatu vegetasi. Nilai ekonomi dapat dilihat dari potensi vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi pohon, yang dapat diambil kayunya atau vegetasi padang rumput yang dapat dijadikan padang penggembalaan ternak. Sedangkan nilai ekologis adalah peranan ekologis adalah peranan vegetasi sebagai sumber makanan, relung (niche), pengatur iklim, pengatur tata aliran air dan lain-lain. Untuk menganalisis vegetasi dapat digunakan beberapa metode yang dikelompokkan menjadi metode yang menggunakan metode petak (plot) dan metode tanpa plot (plot leass).  Parameter yang digunakan dalam analisis vegetasi adalah kerapatan (density), frekuensi, dominansi dan jumlah relatif  dari ketiga variable tersebut yang dinilai penting. (FKIP Universitas Tadulako, 2000)
            Analisis vegetasi adalah cara mempelajari struktur atau penyebaran dan komposisi atau susunan jenis vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1983).
            Menurut Warsito (1986), analisis vegetasi dilaksanakan dalam penelitian ekologi untuk memperoleh informasi-informasi yang meliputi :
a.       Keadaan hutan itu sendiri seperti luas areal, jenis dan komposisi, keliling, atau diameter pohon, keadaan pertumbuhan atas  dan keadaan pertumbuhan bawah.
b.      Keadaan lapangan dan tanah dimana hutan berada seperti topografi, jenis dan sifat tanah serta geologi.
c.       Keterangan lain mengenai keadaan iklim, transportasi, sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan dan lain-lain

No comments: