Monday, 20 September 2010

BURUNG MALEO (Macrococephalon maleo SAL. MULLER, 1846)

Oleh



ZAHMIANUR

BURUNG MALEO (Macrococephalon maleo SAL. MULLER, 1846)


SATWA ENDEMIK SULAWESI YANG KEBERADAANNYA HANYA BERADA DI SULAWESI



Oleh



ZAHMIANUR



1. Klasifikasi dan Morfologi Burung Maleo

Burung maleo mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Phyllum : Chordata

Sub Phyllum : Vertebrata

Ordo : Galliformes

Sub Ordo : Galli

Famili : Megapodidae

Sub Famili : Crocoide

Genus : Macrococephalon

Spesies : Macrococephalon maleo SAL. MULLER 1846

(Widyastuti 1993; Anonim, 1976).





Foto. Zahmianur





Burung maleo bentuk tubuhnya mirip ayam jantan dewasa tetapi ukuran badannya agak panjang dengan ukuran kurang lebih 50 cm. Pada bagian kepalanya terdapat benjolan besar mempunyai helm berwarna kelabu kehitam-hitaman (mahkota). Mahkota jantan lebih besar dibandingkan dengan mahkota betina.

Mata burung maleo berwarna merah cerah. Paruhnya besar, kokoh dan lancip, berwarna hitam dengan bagian ujungnya merah kekuning-kuningan. Paruh yang besar berguna untuk membantu memecahkan makanannya yang keras dan besar. Burung mempunyai pengaturan suhu tubuh yang tetap (homoithermal) dan kelengkapan bulu badan yang cukup tebal.

Kaki burung maleo besar dan kuat yang dapat dipergunakan untuk menggali lubang pasir untuk keperluan bertelur. Panjang kaki burung maleo kurang lebih 25 cm, jari-jari cakar sekitar 5-8 cm panjangnya.

Warna burung maleo dewasa, baik jantan maupun betina umumnya kelihatan sama yaitu mengkilap di bagian sayap dan ekor. Pada bagian dada berwarna kuning bercampur putih. Bila dada dekat kelihatan dada betina berwarna sawo matang. Rentangan sayapnya mencapai 29,4 cm pada betina, sedangkan pada jantan 30,2 cm. Bila sedang terbang gerakan sayapnya keras, hal ini disebabkan karena bobot tubuhnya yang cukup besar dibandingkan dengan lebar sayap, sehingga untuk mencapai jarak relatif pendek harus hinggap di cabang-cabang pohon satu ke cabang pohon lainnya (Addin, 1998).

Telur maleo memiliki 3 kali lebih besar dari bobot telur itik, 5 kali bobot telur ayam kampung, dan 16 kali telur burung puyuh (Gunawan, 1995a). Penelitian yang dilakukan di Taman Nasional Dumoga Bone Tambun Sulawesi Utara dengan jumlah telur sebanyak 233 butir, ditemukan bahwa panjang telur berkisar 92,1 sampai 112,6 mm, lebar berkisar 57,6 sampai 65,5 mm, sedangkan bobot telur berkisar 178 sampai 267 gram (Dekker dan Brom, 1990 dalam Mallombasang, 1995).





Foto. Zahmianur

2. Habitat Burung Maleo

Habitat burung maleo berada di daerah hutan dan daerah pantai, saat bertelur diletakkan dalam lubang di daerah yang memiliki panas bumi untuk daerah hutan sedangkan di daerah yang memiliki panas bumi untuk daerah hutan sedangkan di daerah pantai dengan memanfaatkan pasir yang dipanaskan oleh sinar matahari dan mencari makan di hutan dari daerah pantai dataran rendah sampai ketinggian 1200 m (Whitten, 1987).

Hutan bakau (mangrove) bagi burung maleo yang juga merupakan suatu kesatuan dari habitatnya belum diketahui fungsi kongkritnya. Diduga hutan bakau ini berfungsi sebagai tempat untuk mencari makan. Hal ini dibuktikan pada penelitian kompleks hutan Dumoga Bone dengan melakukan pembedahan temboloknya, hasil pembedahan menunjukkan bahwa selain buah-buahan dan biji-bijian maleo menyukai pula serangga-serangga hutan (belalang, kupu-kupu , semut dan capung), siput dan Kepiting (Addin, 1998). Habitat burung maleo adalah hutan-hutan berbukit dengan semak-semak, hutan dekat pantai (Mallombasang, 1995).



3. Habitat Bertelur Burung Maleo

Habitat bertelur didefenisikan sebagai suatu areal terdapatnya liang-liang atau lubang-lubang tempat burung maleo memendam telur-telurnya habitat bertelur tersebut terbagi atas habitat bertelur di pantai (Coastal Nesting Ground) dan habitat bertelur di dalam hutan (In Land Nesting Ground). Burung maleo umumnya bertelur di areal pantai yang tidak lebat hutannya dan letaknya agak tinggi dari garis pantai pada pasir yang tidak padat dan garis bebas dari batu-batuan pergeseran lain yang penting adalah sumber panas vulkanik dan sumber panas air bumi.

Pemilihan tempat bertelur oleh burung maleo dilakukan dengan cara berorientasi sambil mematuk-mematukan paruhnya ke permukaan tanah. Biasanya tempat bertelur dipilih pada areal yang lebih banyak penyinaran matahari demikian pula dengan keadaan tekstur tanah. Biasanya tempat bertelur dipilh pada areal yang lebih banyak penyinaran matahari demikian pula dengan keadaan tektur tanah. Karena hal ini erat hubungannya dengan lamanya penggalian lubang dan keadaan posisi telur di dalam lubang (Addin, 1998).













Foto. Zahmianur Foto. Zahmianur





4. Penyebaran Burung Maleo

Penyebaran satwa liar erat kaitannya dengan sejarah geologi, iklim dan evolusi bumi beserta isinya. Fauna Indonesia termasuk ke dalam wilayah orientalis, khususnya termasuk ke dalam Sub-Wilayah Sunda dan Sub-Wilayah Wallacea, setiap Sub-Wilayah fauna memiliki jenis-jenis endemik dan khas (Alikodra, 1990).

Burung maleo adalah jenis burung endemik yang hidup di pulau Sulawesi. Di pulau Sulawesi burung ini menyebar sebagian besar di propinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Di Propinsi Sulawesi Selatan Burung ini juga ditemukan, tetapi hanya dalam jumlah kecil (terbatas) di daerah Mamuju dan Pasang Kayu. Di antara semua Propinsi, Propinsi Sulawesi Utara paling banyak ditemukan tempat perteluran maleo, yaitu 35 tempat perteluran, menyusul di Sulawesi Tengah sebanyak 17 tempat perteluran, di Sulawesi Tenggara 5 tempat perteluran dan di Propinsi Sulawesi Selatan ditemukan hanya dua tempat perteluran (Mallombasang,1995).

Cagar Alam Panua di Gorontalo Marisa menunjukkan tempat bersarang burung maleo, hamparan luas hutan rhizophora, hutan pantai dan dua danau, selanjutnya penggunaan habitat di Panua yaitu hutan dataran rendah daerah pantai (Whitten, 1987).

Menurut Dekker, (1990) dalam Mallombasang, (1995) bahwa sarang bertelur burung maleo di Sulawesi paling sedikit berjumlah 48 sarang dan sejumlah 18 sarang diantaranya merupakan sarang bertelur di daerah pantai. Dikemukakan ada lima sarang bertelur di daerah pantai yang tidak dijumpai adanya telur maleo dan ada delapan yang hanya digunakan oleh beberapa pasang maleo.

Di hutan pantai sebaran maleo hampir seluruhnya terkonsentrasi di habitat tempat bertelur selain itu tempat bertelur digunakan juga aktivitas mencari makan dan istirahat. Di kompleks hutan Dumoga Bone, terlihat burung maleo mencari makan di sekitar lokasi peneluran ditepi pantai. Hal ini di karenakan tempat tersebut banyak terdapat jenis-jenis pohon yang menghasilkan buah dan biji (Addin, 1998).



5. Status Dilindungi

Berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian RI No. 421/KPTS/UM/8/1970 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 90/KPTS/UM/2/1972, bahwa burung maleo tergolong satwa liar yang langka dan dilindungi. Selanjutnya dilindungi berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya yang dipertegas lagi dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 301/KPTS-II/1991 dan No. 883/KPTS-II/1992 (Mallombasang, 1995).





DAFTAR PUSTAKA



Anonim, 1976. Metode Perbaikan Habitat Burung Maleo (Macrococephalon maleo SAL MULLER). Di Tanjung Batikolo, Sulawesi Tenggara. Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam, Direktorat Jenderal Kehutanan, Bogor.



Addin. A., 1992. Karakteristik Mikro Habitat Tempat Bertelur Burung maleo (Macrococephalon maleo SAL. MULLER 1846) Pada Habitat Alami Dalam Upaya Penangkaran di Suaka Margasatwa Buton Utara Sulawesi Utara, Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.



Alikodra, H.S., 1990. Pengelolaan Satwa Liar. PAU-IPB, Bogor.



Mallombasang, S.N., 1995. Peran Vegetasi Pada Habitat Bertelur (Nesting Ground) Burung Maleo (Macrococephalon maleo) di Mamuju Sulawesi Selatan. Thesis S2 UGM. Yogyakarta (Tidak di Publikasikan).



Whitten, A.J., 1987. Ekologi Sulawesi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.



Widyastuti, E., 1993. Flora-Fauna Maskot Nasional dan Propinsi. Penebar Swadaya, Jakarta.

1 comment:

Anonymous said...

Hello, you have made a great work, and I wanna thank you for it! cheap cialis