Tuesday 28 December 2010

MENUAI BERKAH LEWAT PNPM-MPd PABBARESSENG



Luwu INTI BERITA, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) sebagai salah satu program yang dinilai berhasil dilaksanakan di dimasyarakat saat ini, memiliki bukti yang kuat dan tak dapat dipungkiri. Keberhasilan PNPM-MPd ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam mengambil keputusan sampai dengan mengawasi dan mengevaluasi  kegiatan.  Hal tersebut terlihat pada saat Musyawarah Desa Pertanggungjawaban (MDPJ) pembuatan Talud di Desa Pabbaresseng Kecamatan Bua (Sabtu, 18 Desember 2010) yang dihadiri oleh para pelaku PNPM-MPd Kecamatan Bua  dan Kepala Desa Pabbaresseng bersama Masyarakat berbagai unsur.
Dalam Kesempatan tersebut Kepala Desa Pabbaresseng, M. Daming, A. Ma mengajak kepada   masyarakat agar senantiasa memelihara sarana jalan yang telah dilaksanakan lewat Pintu PNPM-MPd, karena jalan tersebut merupakan lalu lintas antar desa. Beliau juga berterima kasih kepada masyarakat yang telah memberikan partisipasi dan sumbangsihnya dalam bentuk swadaya sehingga pekerjaan Talud dapat terlaksana.  
                Menurut Ketua TPK Amran walaupun dilanda  empat kali banjir yang sempat menghanyutkan material seperti Pasir dan runtuhnya sebagian pondasi, tetapi dengan usaha dan kerja keras  bersama KPMD dan Pemerintah setempat masalah tersebut dapat ditanggulangi, jelasnya dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban.
Sesuai dengan rencana dan desain RAB volume kegiatan  1.482 meter dengan anggaran Rp. 228.482.000 kini memasuki tahap akhir kegiatan. Dengan anggaran tersebut ketua TPK Amran telah menambah volume kegiatan, “kami menambah panjang menjadi 1.560 meter dan lebar jalan yang dulunya rata-rata 4,5 meter sekarang kami tambah menjadi 6 bahkan ada sampai 7 meter, ini tak lepas dari partisipasi dan swadaya masyarakat, sehingga Pembuatan Talud oleh masyarakat telah menuai hasil” jelasnya. 
Menurutnya Jalan yang sedang ditalud tersebut perlu diprlebar karena merupakan akses yang menghubungkan dua desa yaitu desa Pammesakang “Desa kami berdekatan dengan bandara laga-Ligo Bua yang jaraknya hanya 600 meter, untuk itu perlu memikirkan kedepan keberlanjutan aksesibilitas yang bermanfaat , berdaya guna, dan berkelanjutan serta bersinergi dengan program pembangunan pemerintah lainnya yang dapat saling menunjang” ungkapnya.
 “Hasil tambak yang biasanya saya angkut dengan kendaraan roda empat pada dinihari sudah  tidak repot lagi bila bertemu dengan mobil karena jalan sudah lebar” ungkap Irpan salah seorang petani Tambak di Pabbaresseng.
Begitupula dengan Anco salah seorang Petani Sawah dari desa Padang Kalua merasa senang dengan pelebaran dan penimbunan jalan sehingga tidak repot lagi mengangkut hasil panen ”Biasanya kalau ketemu dengan Mobil 4 Roda harus mundur dulu cari tempat agak lebar” jelasnya.
Kepala Desa Pabbaresseng M. Daming, bersama Fasilitator Tekhnik Kasmawati, ST (Kanan) dan Ketua TPK Amran (Kiri)
Pembuatan Talud Jalan Desa Pabbaresseng


PENDIDIKAN LINGKUNGAN MODAL SOSIAL MENGELOLA SUMBER DAYA ALAM


 Muh. Amran Amir, S. Hut

Ditengah hiruk pikuk kehidupan modern baik dikota besar maupun di perdesaan yang sesak dengan pembangunan industri berskala menengah dan besar menyimpan berbagai kendala dan tantangan kehidupan sekarang ini. Dalih pembangunan  industri yang ternyata menyimpan permasalahan pokok yaitu isu lingkungan menjadi ramai dibicarakan disetiap negara maju saat ini.
Kebobrokan pengelolaan sumberdaya alam menyebabkan terjadinya bahaya yang mengancam kehidupan. Pengelolaan hutan misalnya yang membawa bencana banjir disebabkan oleh  sistem pengelolaan hutan yang tidak sinergis antar konsep kelestarian fungsi dan metode sistem silvikultur yang tidak berjalan ditambah lagi dengan penegakan hukum yang kurang tegas sehingga semakin memperparah kondisi pengelolaan sumberdaya hutan saat ini.    
Pandangan terhadap lingkungan khususnya Hutan sering dipandangan sebagai suatu hamparan yang hijau ditumbuhi pohon, tanpa melihat manfaat langsung dan tidak langsung. ”Jadi, jangan heran jika muncul pertanyaan: Apa gunanya hutan. Melihat kondisi tersebut mestinya kita maklum dengan ketidaktahuan masyarakat tentang arti penting hutan, dan untuk memberikan jawaban juga bukan perkara yang sulit.
Meski agak panjang, tetapi bisa disebutkan satu per satu, antara lain didalamnya adalah kepentingan iklim global, perlindungan keanekaragaman hayati, penyediaan jasa ekosistem, sasaran penelitian serta turisme, dan lainnya. ”Masalahnya apakah alasan-alasan tersebut dipahami oleh masyarakat setempat? Nilai global mungkin sangat penting, tapi apa sebenarnya nilai keanekeragaman hayati bagi masyarakat di dalam dan sekitar hutan? Padahal, masyarakat inilah yang akan menentukan nasib hutan mereka,”
Ternyata memang kita yang harus belajar tentang pemahaman dan bahasa mereka untuk memahami fungsi hutan dan ekosistemnya, pengalaman penulis dimasyarakat pada beberapa tempat  sekitar hutan yang ternyata mudah untuk dimengerti oleh mereka ketika kita berbicara tentang fungsi hutan dikawasannya, mereka menjaga dengan kearifan lokal karena sebagai tempat tumbuhnya tumbuhan obat-obatan, sebagai benteng pertahanan kehidupan, perlindungan sumberdaya air,  dan berbagai dalih lainnya dimasyarakat setempat.
Sesuai dengan perkembangan dan permasalahan yang dihadapi dunia lingkungan (konservasi) di Indonesia, maka pendidikan konservasi mulai didorong oleh berbagai pihak baik itu oleh pemerintah maupun para pegiat lingkungan sebagai salah satu strategi pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Gerakan pendidikan konservasi di Indonesia dirasa strategis karena banyak masyarakat yang belum paham akan arti penting perlindungan sumberdaya alam yang kita miliki, sehingga tidak banyak yang peduli meski kerusakan lingkungan dan kehancuran sumber daya alam telah berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari.
Interaksi maupun pemanfaatan sumber daya alam oleh manusia disadari atau tidak telah berdampak kepada  keberadaan sumber daya alam. Hal tersebut yang mengilhami banyak pihak perlunya upaya penyelamatan melalui penyampaian informasi dan pemahaman tentang kelestarian sumber daya alam yang kita miliki. Sehingga diharapkan kelimpahan sumberdaya alam dapat terus kita manfaatkan semaksimal mungkin tapi diupayakan untuk meminimalisir kerusakanya. Selain itu diyakini bahwa permasalahan kerusakan kekayaan alam yang kita miliki juga tidak lepas dari kualitas sumberdaya manusia yang belum mampu memahami potensi sumber daya alam yang kita miliki sebagai satu aset. Sehingga pengelolaan sumber daya alam cenderung eksploitatif, selain kerugian yang secara materi kehancuran hutan juga menyebabkan dampak pada kestabilan ekosistem yang berakibat timbulnya bencana.
Berangkat dari hal tersebut kita perlu berkeyakinan bahwa untuk menyelamatkan sumber daya alam yang kita miliki, hal mendasar yang harus dilakukan adalah menyelamatkan pola pikir generasi muda dari pola pikir pragmatis sehingga diharapkan mereka akan mampu mengelola sumber daya alam secara arif dan bijaksana.
Kita pahami bersama bahwa kompleksitas permasalahan kehutanan dan konservasi di Indonesia sangat mendesak untuk segera dicari jalan keluarnya sehingga kita segera mampu menyelamatkan sumber daya alam yang kita miliki.
Program pendidikan lingkungan sebagai upaya mendorong berbagai kegiatan konservasi alam khususnya pendidikan konservasi, merupakan satu langkah dalam upaya mendorong sebuah rencana besar untuk dijadikan sebagai ikon pembangunan lingkungan. Program pendidikan lingkungan  dilakukan dan dikembangkan melalui berbagai metode seperti  menjadikannya sebagai bagian dari pendidikan di sekolah-sekolah dengan memasukan sebagai kurikulum muatan lokal (Mulo).







                                                              

Saturday 25 December 2010

Bukit Harapan Bua: Sosialisasi Gas LPG 3 Kg

Luwu, Penggunaan Gas LPG 3 Kilogram yang dibagikan kepada masyarakat Miskin hingga saat ini belum banyak yang menggunakannya. Salah satu penyebabnya yaitu  masih banyak yang ragu menggunakan akibat dari trauma melihat dan menyaksikan kelalaian penggunaan Gas 3 Kg. Hal tersebut dirasakan oleh sejumlah masyarakat di Desa Bukit Harapan khususnya Dusun Minanga, yang hingga saat ini masih banyak yang belum menggunakan pembagian pemerintah tersebut. 

Tabung dan Kompor Gas yang dibagikan hanya disimpan karena takut menggunakannya, “ masyarakat disini masih sekitar 80 persen belum menggunakan kompor bersama gas 3 kilogram,dikarenakan adanya kekhawatiran masyarakat karena melihat di Televisi adannya ledakan. Hal tersebut diungkapkan oleh Andi Gau Andi Tadda  saat diadakan sosialisasi penggunaan gas LPG 3 kg yang diadakan oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral di Desa Bukit Harapan Kecamatan Bua.   

Dalam sosialisasi tersebut Irwan Hamka dan Amran amir selaku penyuluh mengakui kalau sosialisasi tersebut  lambat dilakukan. “ Walaupun lambat dilakukan tetapi sosialisasi ini cukupmembantu masyarakat, dimana dibeberapa desa di kecamatan Bua sudah menggunakannya kembali,” ungkap Amran disaat menjelaskan cara penggunaan Kompor Gas 3 Kilogram. 

Hal senada disampaikan pula oleh Irwan Hamka sambilmeyakinkan masyarakat bahwa sampai saat ini belum ada kabar di Kecamatan Bua khususnya dan Kabupaten Luwu umumnya tentang kesalahan menggunakan gas LPG 3 Kilogram sepert  tabung meledak . 

Dalam sosialisasi yang dihadiri oleh ibu rumah tangga tersebut  Irwan Hamka mengharapkan agar menggunakan kompor gas 3 kg “ untuk amannya lakukan sesuai dengan perintah 3 cek yaitu cek peralatan dan logo SNI, Cek Bau Gas dan  Cek Perawatan secara rutin” harapnya. 


Sosialisasi penggunaan Gas LPG 3 Kg di Desa Bukit Harapan Kec. Bua (Foto : Muh. Amran Amir, S.Hut)