Saturday 28 August 2010

PEKERJAAN TALUD PNPM-MPd DESA PABBARESSENG TERDANAI LEWAT SPC-2

Desa Pabbaresseng Kecamatan Bua Kabupaten Luwu merupakan salah satu desa yang mekar dari desa Barowa sejak tahun 2008. Kondisinya sebagai desa yang mekar terus berbenah diri mengejar kesejajaran dengan desa lain yang ada di kecamatan Bua.
            Tahun ini  akan melaksanakan pembangunan Talud dengan Volume 1.482 meter  dengan biaya    228.481.000 yang bersumber dari program PNPM-MPd  tahun 2010 seperti yang dijelaskan oleh Fasilitator PNPM-MPd Kecamatan Bua Asbal Ibrahim dalam acara Musyawarah Desa (MD) Sosialisasi Penetapan Dana yang dirangkaikan dengan pelelangan pengadaan bahan untuk kegiatan tersebut.
            Lebih lanjut dijelaskan bahwa Pendanaan ini masuk dalam kategori SPC-2 yang rencana pendanaannya sekitar Agustus dan September mendatang.
            Dalam acara tersebut Kepala Desa Pabbaresseng  M. Daming, A.Ma  mengucapkan terima kasih kepada para pelaku PNPM tingkat Kecamatan dan Desa, dan menjelaskan kepada masyarakat agar berpartisipasi dan menjaga bangunan yang telah ada, seperti bangunan Tanggul yang juga berfungsi sebagai Tambatan Perahu Nelayan yang ada dalam desa, agar dipelihara semaksimal mungkin.
Pembangunan Talud tersebut dirasa penting untuk dibangun seperti yang diuraikan oleh Ketua Pelaksana bapak Amran “Talud yang dibangun tersebut bertujuan memaksimalkan sarana jalan sebagai akses transportasi yang berdaya guna dan bertahan yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat, mencegah pengikisan tanah yang dapat merusak jalan, meningkatkan akses masyarakat didua (2) desa yaitu desa Pabbaresseng dan Desa Pammesakang.

Pendidikan Konservasi Pada Usia Dini

Kristianto Dw
Muh. Amran Amir


I.                   PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Indonesia merupakan negara megabiodiversity, artinya mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas total daratan dunia, Indonesia memiliki sedikitnya 90 tipe ekosistem, mulai dari padang salju di puncak Jaya Wijaya, alpin, sub pegunungan hingga hutan dataran rendah, hutan pantai, padang rumput, savana, lahan basah, muara dan pesisir pantai, mangrove, padang lamun, terumbu karang hingga perairan laut dalam. Dalam hal kekayaan spesies di Indonesia terdapat sekitar 12% (515 spesies, 39% endemik) dari total spesies mamalia, 7,3% (511 spesies, 150 endemik) dari total spesies reptil di dunia, sekitar 17% (1531 spesies, 397 endemik) dari total spesies burung di dunia, 270 spesies amfibi (100 endemik), dan 2.827 spesies binatang tidak bertulang belakang, selain ikan air tawar (Indrawan et al., 2008). Keanekaragaman hayati di Indonesia kurang dikenal oleh masyarakat Indonesia sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) yang melakukan penelitian tentang pemahaman dan kepedulian pelajar tentang keanekaragaman hayati di SD Negeri Kota Sukabumi, menunjukkan hasil bahwa tingkat pemahaman siswa tentang keanekaragaman hayati masih rendah.
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam hayati yang sangat berperan penting dalam menunjang kehidupan mahluk hidup dan memiliki hubungan saling ketergantungan satu sama lain. Sebagai sumberdaya alam hayati, hutan bukan semata berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya (tangible) seperti hasil hutan kayu dan bukan kayu, namun dari segi ekologi juga memiliki fungsi secara tidak langsung dan dinilainya sulit dihitung (intangible) seperti mengatur hidrologi dan tata iklim global, menetralisasi gas beracun serta sebagai ekosistem pengasuh ekosistem lainnya. Oleh karena itu pemanfaatan dan pengelolaan hutan harus dilakukan berdasarkan prinsip kelestarian (sustainable principle) untuk menunjang pembangunan berkelanjutan.  Namun demikian, apabila hutan tidak dikelola secara arif dan bijaksana, hutan dapat musnah dan keanekaragaman hayatinya akan punah.  Keanekaragaman hayati yang sudah punah tidak dapat dihidupkan dan juga tidak dapat diciptakan kembali. 


Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati yang terjadi selama ini tidak dapat dipungkiri telah menjadi penyebab utama terjadinya degradasi hutan yang sangat besar.  Rendahnya kesadaran pemerintah dan masyarakat akan pentingnya manfaat hutan juga mendorong semakin meningkatnya laju degradasi. Menurut laporan World Bank yang menyatakan bahwa laju kerusakan hutan Indonesia terus meningkat dari hanya 900 ribu hektar per tahun (era 1980 – 1990), menjadi sekitar dua juta hektar per tahun. Untuk itu tekanan terhadap hutan harus semakin dikurangi untuk mencegah percepatan kerusakan sumberdaya hutan dan lingkungan.  Penebangan hutan adalah contoh paling nyata bahwa masyarakat tidak peduli dengan lingkunannya tersebut. Padahal hutan merupakan benteng terakhir untuk melindungi flora dan fauna, disamping fungsinya untuk mencegah banjir dan kekeringan serta dapat mengurangi gas emisi rumah kaca penyebab pemanasan global. Berbagai bencana alam sebagai akibat dari tidak lagi berfungsinya ekosistem hutan telah terjadi dan cenderung semakin memprihatinkan.  Namun demikian, fenomena alam tersebut seakan belum mampu menyadarkan pemerintah, masyarakat dan stakeholder akan pentingnya pengelolaan hutan secara lestari.






Dari latar belakang tersebut, diperlukan suatu usaha pendidikan konservasi dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat agar memiliki pemahaman tentang arti sumberdaya hayati dan lingkungan.  Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan mereka peduli dan simpati terhadap sumberdaya hayati dan lingkungan.  Harus diakui bahwa merubah dan mempengaruhi pola dan perilaku masyarakat tidak mudah.  Oleh karena itu pemahaman konservasi harus ditanamkan sejak dini agar pengertian, pemahaman, tindak dan perilaku konservasi telah menjadi kebiasan hidup masyarakat.  Usaha tersebut memerlukan waktu yang lama dan  membutuhkan keterkaitan semua pihak, baik pemerintah, institusi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat serta semua lapisan masyarakat.
Proposal ini dibuat untuk meningkatkan upaya pentingnya konservasi kepada masyarakat sejak dini.   Salah satu lapisan masyarakat yang menjadi target pendidikan konservasi untuk usia dini adalah pelajar di tingkat Sekolah Dasar (SD) khususnya SD unggulan. Mereka merupakan sasaran yang potensial dan produktif untuk dapat menerima wawasan akan pentingnya pelestarian sumberdaya alam hayati dan lingkungan.  Kemudian mereka juga dipilih  apabila nantinya berhasil akan dapat membawa pemikiran konservasi.  Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan para pelajar pada usia dini. Oleh sebab itu pengetahuan tentang konservasi, lingkungan, dan biodiversity yang terancam punah sudah saatnya dimasukkan dalam muatan kurikulum sekolah dengan penyampaian yang lebih menarik dan melibatkan aspek kognitif (kecerdasan), afektif (perasaan), psikomotorik (keterampilan) dan sosial.


B.      Tujuan
Melalui penjelasan di kelas dan peninjauan di alam, tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk :
1.       Memberikan informasi kepada siswa usia dini mengenai biodiversity sebagai sumberdaya alam hayati beserta lingkungannya yang ada di Indonesia.
2.      Memberikan pemahaman kepada siswa usia dini mengenai manfaat ekonomi, ekologi, sosial dan budaya dari sumberdaya hayati.
3.      Menanamkan dan membangkitkan kesadaran siswa usia dini mengenai pentingnya konservasi sumberdaya alam hayati dan lingkungan bagi pembangunan bangsa Indonesia.
4.      Mengajak siswa usia dini menerapkan kebiasaan hidup dengan mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.



C.     Keluaran (Output)
Adapun output yang diharapkan dari kegiatan ini adalah :
1.       Siswa diharapkan memiliki wawasan dan pengetahuan mengenai konservasi sumberdaya alam hayati, dan lingkungan
2.      Siswa diharapakan memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya kelestarian sumberdaya alam hayati , dan lingkungan
3.      Siswa diharapkan sejak usia dini memiliki kebiasaan hidup dengan mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.


D.     Dampak
Sejumlah siswa usia dini yang telah mengikuti program ini akan menularkan gaya hidup sadar konservasi sumberdaya alam, khususnya sumberdaya alam hayati dan lingkungan hidup. Dengan demikian diharapkan kedepan bahwa sumberdaya alam di Indonesia akan dikelola dan dimanfaatkan secara lestari dan berkelanjutan, demikian juga lingkungan hidup akan terjaga kualitasnya.



II.                METODOLOGI

A.     Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan ini direncanakan selama satu semester dengan 16 kali pertemuan

B.      Peserta dan Pelaksana Kegiatan
Target peserta didik atau konservasionis muda yang akan terlibat dalam kegiatan ini adalah Sekolah Dasar Unggulan yang terdapat di Kota Makassar.  Ada 10 SD yang dipilih berdasarkan pendataan sekolah dasar unggulan yaitu : SD. Mangkura, Nusantara, Atirah, Sudirman, Kartika, Dian Harapan, Katolik Rajawali, Monginsidi, Ikip, dan Mamajang, khusus untuk kelas 3 dan 4.
Adapun pelaksana dalam kegiatan ini adalah Yayasan LAPAL (Lembaga Pengabdian pada Alam Lestari)  dibawah binaan Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata UNHAS yang kemudian akan bekerjasama dengan pihak Sekolah terkait, Pemerintah Kota Makassar dan Provinsi Sulawesi Selatan, Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Balai Konservasi Sumberdaya Alam, dan Lembaga Donor (Funding).

C.       Alat, Bahan dan Sarana yang Diperlukan
Alat, bahan dan sarana yang diperlukan dalam kegiatan ini sebagai berikut :
1.      Perlengkapan audio visual (Laptop, LCD Proyektor, dan Sound system)
2.      Alat transfer informasi seperti : gambar, poster, CD film dokumenter dan specimen flora dan fauna
3.      Kurikulum (RPP)  dan materi (makalah) yang akan disampaikan
4.      Alat tulis menulis
5.      Sarana dan prasarana kegiatan games dan outbond
6.      Alat domentasi (Kamera digital dan Handycam)

D.        Bentuk Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk mata pelajaran muatan lokal (kokurikuler).  Bentuk penyampaian materi berupa teori pemahaman di dalam kelas dan kegiatan di luar kelas (studi lapang, games dan outbond).










III.              MATERI DAN KURIKULUM


A.     Materi Kegiatan

Materi kegiatan terdiri 14 kali pertemuan, 2 kali pertemuan dilakukan di dalam dan diluar kelas serta empat kali melakukan studi lapang (outdoor).  Adapun materi yang dberikan yaitu :

Minggu
Kompetensi
Materi Pembelajaran
Metode Pembelajaran
Sumber Pembelajaran
1
2
3
4
5
I
Dapat menjelaskan tujuan belajar  pelestarian SDH
Pendahuluan
Ceramah
Buku Biologi  Konservasi (Indrawan)
II
Dapat menjelaskan keanekaragamanan hayati darat beserta manfaatnya
Pengenalan keanekaragaman hayati darat
Multi media show
Ceramah
Film ekosistem hutan hujan tropis dan ensiklopedi poster keanekaragaman hayati
III
Dapat menjelaskan keanekaragamanan hayati perairan beserta manfaatnya
Pengenalan keanekaragaman hayati perairan
Multi media show
Ceramah
Film ekosistem laut tropis dan ensiklopedi poseter keanekaragaman hayati
IV
Dapat menjelaskan definisi dan proses yang terjadi dalam ekosistem
Ekosistem
Ceramah
Diskusi
-    Dasar-Dasar Ekologi (Odum)
-    Prnsip-prinsip ekologi dan organisasi : ekosistem, komunitas dan lingkungan (Irwan)
V
Dapat menjelaskan manfaat ekologi keanekaragaman hayati
Manfaat ekologi keanekaragaman hayati
Ceramah
Diskusi
Games
Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Dirjen PHKA)
VI
Dapat menjelaskan nilai ekonomi keanekaragaman hayati
Nilai ekonomi keanekaragaman hayati
Ceramah
Diskusi
Games
Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Dirjen PHKA)
VII
Bersikap konservatif dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati
Menjaga kelestarian keanekaragaman hayati
Ceramah
Diskusi
Simulasi
-          Buku Biologi  Konservasi (Indrawan)
-          Strategi konservasi keanekaragaman hayati
VIII
Dapat mengenali keanekaragaman hayati di alam
Pengenalan keanekaragaman hayati di alam
Kunjungan lapangan ke Taman Nasional Babul
Alam
IX
Dapat menjelaskan makna lingkungan hidup bagi manusia
Manusia dan lingkungan hidup
Ceramah
Diskusi

Pengantar pengelolaan lingkungan hidup
X
Dapat menjelaskan faktor- faktor pencemaran dan dampaknya terhadap keanekaragaman hayati
Pencemaran lingkungan dan dampaknya terhadap keanekaragaman hayati
Ceramah
Diskusi
Analisis mengnai dampak lingkungan hidup

XI
Dapat menjelaskan faktor- faktor pencemaran dan dampaknya terhadap manusia
Pencemaran lingkungan dan dampaknya manusia
Ceramah
Diskusi

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup

XII
Dapat menjelaskan faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya pemanasan dan perubahan iklim global
Pemanasan dan perubahan iklim global
Multimedia show
Ceramah
Diskusi
Film pemanasan global
XIII
Dapat menjaga kualitas lingkungan hidup dalam kehidupan sehari hari


Menjaga lingkungan hidup
Ceramah
Simulasi
Alat peraga
XIV
Dapat bertindak untuk mencegah penyakit dan menerapkan pola hidup sehat
Kesehatan lingkungan
Ceramah
Simulasi

Alat peraga
XV
Dapat mengenal berbagai permasalahan lingkungan hidup di alam
Pengenalan lingkungan hidup di alam
Kunjungan lapangan ke Kawasan Industri Makassar
Industri perusahaan
XVI
Termotivasi untuk menerapkan materi yang telah diberikan
Outbond (Pelantikan sebagai konservationist muda)
Games
Alam


Lampiran 1.  Daftar Lembaga Pendidikan Formal Tingkat SD Unggulan yang Terdapat di Kota Makassar
No.
Nama Sekolah
Alamat
Nama Kepala Sekolah
1
SDN Mangkura  I
Jl. Botolempangan No. 65
Dra.Hj.Andi Fatimah B  
2
SD Nusantara
Jl. Jend.Ahmad Yani No. 19 A

3
SD Islam Athirah
Jl. Kajoalalido No. 22

4
SDN Sudirman  I
Jl. Jend. Sudirman  No. 7
H.Muh.Amri Adam,S.Pd   

5
SD Kartika Wirabuana I
Jl. Dr. Ratulangi No. 57

6
SD Dian Harapan
Jl.G.Agung 201

7
SD Hati Kudus Rajawali
Jl. Arief Rate No. 2
Sr.Febronia Solang,JMJ     

8
SDN Unggulan Monginsidi  I
Jl. Monginsidi No. 13
Dra.Hj.Sulastri 

9
SDN Komp. IKIP
Jl. A.P. Petta Rani
Syamsuddin Hasyim D,S.Pd   

10
SD Inp. Bertk. Mamajang I
Jl. Singa No. 56
Haryati,S.Pd  




SKRIPSIKU II : TINJAUANPUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL)
Berdasarkan Undang–undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, menyatakan bahwa Taman Nasional adalah Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. (Departemen Kehutanan, (1990)
Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) secara legalitas formal ditunjuk sebagai Taman Nasional oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1993 melalui SK No 593/Kpts-II/1993 dan dikukuhkan atau ditetapkan sebagai Taman Nasional Lore Lindu  pada tahun 1999 dengan luas kawasan 217.991,18 Ha berdasarkan SK Menhutbun No 464/Kpts-II/1999 tanggal 23 Juni 1999 dengan tata batas temu gelang 644Km. Jumlah kecamatan terdiri atas 6 kecamatan dan 2 kabupaten yaitu Poso dan Donggala. (The Nature Conservancy, 2003)
Berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/kpts-II/2002 dan No. 6187/kpts-II/2002 tanggal 10 Juni 2002 mengenai penetapan organisasi dan tata kerja Balai Taman Nasional  dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam, maka Balai TNLL termasuk dalam Tipe B yang terdiri dari Kepala Balai, Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Koservasi Wilayah I,II, dan III dan Kelompok jabatan Fungsional. Seksi wilayah Konservasi I, II, dan III, mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana, program dan evaluasi. Pengawetan, Pengelolaan dan pemanfaatan lestari, perlindungan dan pengamanan penanggulangan kebakaran kawasan, promosi dan informasi, bina wisata alam dan cinta alam, penyuluhan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, serta kerjasama dibidang pengelolaan Taman Nasional dan pelaksanaan urusan tata usaha wilayah I, II, dan III.( The Nature Conservancy 2003 ) 
Dalam kawasan TNLL dijumpai tiga hulu penting, yaitu sungai Puna yang mengalir ke arah Timur, Sungai Palu/Gumbasa yang mengalir ke Utara melewati lembah Palu, dan bermuara di teluk Palu serta Sungai Lariang yang merupakan sungai terpanjang di Sulawesi sepanjang 225 Km dan bermuara di Selat Makassar bagian Barat Sulawesi. (Dirjend PHKA, 2001) 
Vegetasi yang ada sebagian besar merupakan hutan pegunungan dan sebagian kecil merupakan hutan pamah, variasi vegetasinya sangat besar tercatat sekitar 27 tipe ekosistem, diantaranya merupakan ekosistem hutan pegunungan rendah, hutan rawa, hutan kerangas, hutan berlumut, Alpine, Sawah, hutan tepian danau, hutan tegakan Agathis, tegakan Eucalyptus, dan lain-lain.  (Wiriadinata dan Prawiroatmojo, 2001)
Hasil inventarisasi LPA Awam Green tahun tahun 2000 ditemukan 415 jenis material obat tradisional dari 287 jenis tumbuhan bahan pengobatan tradisional. Jenis tumbuhan yang digunakan umumnya adalah kelompok tumbuhan tahunan berupa terna 50%, umbi-umbian (rhizoid) 15%, rumput-rumputan 15%, perdu 6% dan bagian pohon 14%. Adapun bagian yang paling banyak digunakan adalah daun (60%).   (Balai TNLL, 2004).

2.2. Pengertian Hutan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentang ketentuan pokok kehutanan menyatakan bahwa yang dimaksud hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan.  (BKS Intim, 1984).
Dalam Undang-undang Nomor 41 tentang Kehutanan Tahun 1999, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya hayati yang didominasi oleh persekutuan alam lingkungannya yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan, dan ditetapkan oleh menteri kehutanan. (Departemen Kehutanan, 1999).                                                                                                                                                                                                                                                               
Hutan adalah salah satu komponen lingkungan hidup yang sangat vital. Hutan merupakan sumberdaya ekonomi pemasok kayu dan non kayu, misalnya Rotan dan berbagai jenis getah. Hutan sebagai sumberdaya ekonomi yang menonjol dalam kehidupan kita, terutama kayunya, sedangkan hasil non kayu, belum mendapat perhatian. Lahan hutan merupakan sumberdaya yang banyak dimanfaatklan, misalnya untuk transmigrasi dan pembangunan perkebunan. Hutan mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting antara lain, hidro-orologis, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim serta rosot (penyimpan sink) karbon (Soemarwoto,2001)
Menurut Fatah (2002), hutan adalah salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, karenanya seorang rimbawan haruslah memiliki rasa cinta dan peduli terhadap kelestarian hutan beserta segala isinya sebagai manifestasi ciptaan Allah SWT. Pengurusan dan penyelenggaran kehutanan harus diperuntukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, artinya setiap rimbawan harus memiliki dan erusaha menunjukan manfaat sumberdaya hutan bagi keberlanjutan masyarakat luas secara adil dan merata.   

2.3.  Pengertian Hutan Primer
Menurut Suhendang (2002), Hutan Primer adalah hutan yang belum pernah mendapatkan gangguan manusia atau telah mendapatkan sedikit gangguan untuk keperluan berburu, berkumpul dan penebangan pohon secara individu, bukan tegakan untuk mengambil buah atau kemenyan, yang dampak kerusakannya tidak berarti, sehingga hutan tersebut secara alami mampu kembali pada keadaan semula dalam hal struktur, fungsi dan dinamikanya.
Ditinjau dari besar kecilnya gangguan terhadap ekosistem hutan, dikenal adanya hutan primer dan hutan sekunder, dimana hutan primer adalah hutan alam yang stabil yang belum pernah mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia. (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1989)

2.4. Jenis Vegetasi Hutan
Vegetasi adalah suatu kumpulan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari beberapa jenis, hidup bersama-sama pada suatu tempat dan saling berinteraksi. Sedangkan komposisi  dan struktur vegetasi adalah fungsi dari beberapa faktor yang antara lain : flora daerah, habitat, waktu dan kesempatan. (Arief, 1994).
Vegetasi bumi berbeda dari benua ke benua, dari daerah ke daerah malahan dari tempat ke tempat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan temperatur udara, curah hujan, kelembaban udara, kelembaban tanah, keadaan fisik tanah, kondisi kesuburan tanah dan lain - lain. Secara umum vegetasi bumi terbagi tiga yaitu Gurun, Savana, dan Hutan.  (Sagala, 1994)
Kemampuan beradaptasi tumbuhan bermacam-macam, tumbuhan menyesuaikan bentuk atau fungsi untuk hidup dibawah kondisi tertentu, dan kenyataan itu sebagian besar membatasi penyebarannya di Bumi, maka komunitas yang terbentuk secara kolektif dari tumbuhan secara keseluruhan kita sebut vegetasi yang terbatas luas penyebarannya oleh kondisi-kondisi setempat, lebih jauh disebutkan bahwa kemampuan beradaptasi suatu vegetasi dipengaruhi oleh jenis-jenis yang dominan, tingkat kehadirannya, pengaruhi kondisi klimatis, edafis dan faktor lain yang lebih berpengaruh.  (Polunin, 1960)   
            Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan serta reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilisasi. Proses ini disebut suksesi. Selama suksesi berlangsung hingga tercapai stabilisasi atau keseimbangan dinamis dengan lingkungan, terjadi pergantian masyarakat tumbuh-tumbuhan hingga terbentuk masyarakat yang disebut vegetasi klimaks.  (Soerianegara dkk, 1983).
            Menurut Perry (1994), bahwa dalam ekosistem hutan, pohon-pohon berfungsi sebagai makanan dasar dan tempat tinggal binatang dan mikroorganisme, sedangkan binatang dan mikroorganisme berfungsi sebagai pengedar unsur hara dan pengatur keseimbangan antar populasi, sehingga terbentuk aspek fungsi dalam ekosistem hutan yaitu :
1.       berpengaruh terhadap proses internal misalnya fotosintesis, siklus hara dan pertumbuhan populasi.
2.       berpengaruh pada proses eksternal, misalnya siklus hidrologi dan penyerapan/pemantulan energi matahari.
3.       berpengaruh pada struktur sistem yaitu keseimbangan antara populasi yang berbeda. 
Komunitas tumbuhan atau vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup pada suatu bentang alam dalam suatu ekosistem. Masyarakat tumbuhan adalah kumpulan dari beberapa populasi tumbuhan yang saling berinteraksi pada suatu daerah (habitat) tertentu. Bentuk suatu vegetasi merupakan hasil interaksi faktor faktor lingkungan antara lain seperti bahan induk, topografi, tanah, iklim dan organisme hidup. Interaksi dan faktor-faktor tersebut dapat digunakan sebagai indikator dari lingkungan komponen-komponen penduga sifat lingkungan yang berhubungan. (FKIP Universitas Tadulako, 2000).

2.5. Komposisi dan Struktur Tegakan.
Menurut Yunus (1984) bahwa komposisi jenis suatu hutan adalah susunan jenis-jenis pohon beserta nilai kuantitatif masing-masing jenis penyusun hutan tersebut. Struktur hutan adalah susunan tegakan berdasarkan umur, kelas, diameter, kelas tajuk atau kelas pohon lainnya.
             Menurut Sutisna (1988) bahwa stratum hutan adalah suatu lapisan pohon bertajuk dengan ketinggian yang berbeda diantara batas-batas tertentu. Dalam masyarakat hutan, stratum terbentuk sebagai akibat persaingan jenis-jenis tertentu yang lebih berkuasa (dominan) dari pada yang lain. Pohon-pohon tinggi dari stratum atau lapisan teratas mengalahkan atau menguasai pohon-pohon yang lebih rendah dan merupakan  jenis pohon yang mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan .
            Menurut Arief (1994), struktur tegakan adalah  susunan tegakan berdasarkan tinggi, umur, kelas, diameter, tajuk dan kelas pohon lainnya. Dalam mendeskripsikan tegakan hutan adalah dengan mempelajari komposisi (susunan) dan struktur (bentuk) tegakan yang dihitung secara kuantitatif dengan parameter kerapatan, frekuensi dan penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar. Menurut Richard (1996) terdapat lima lapisan dalam hutan yaitu :
1.      Lapisan A, dengan tinggi pohon 35 meter keatas, tajuk pohon dilapisan ini biasanya terputus.
2.      Lapisan B, Pohon-pohon penyusun yang mempunyai tinggi diatas 18 meter, lapisan tidak bersambungan.
3.      Lapisan C, tinggi pohon yang menyusun lapisan ini adalah diatas 8 meter dan lapisan tajuk bersambungan dan merupakan lapisan tajuk yang paling rapat.
4.      Lapisan D, Pohon-pohon dengan ketinggian diatas 3 meter yang berupa semak dan belukar.
5.      Lapisan E, lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah berupa tumbuh-tumbuhan herba dan anakan pohon yang memiliki tinggi dibawah 3 meter.   

2.6 Analisis Vegetasi

            Kegiatan analisis vegetasi dapat mengungkapkan nilai ekologi dan ekonomi suatu vegetasi. Nilai ekonomi dapat dilihat dari potensi vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi pohon, yang dapat diambil kayunya atau vegetasi padang rumput yang dapat dijadikan padang penggembalaan ternak. Sedangkan nilai ekologis adalah peranan ekologis adalah peranan vegetasi sebagai sumber makanan, relung (niche), pengatur iklim, pengatur tata aliran air dan lain-lain. Untuk menganalisis vegetasi dapat digunakan beberapa metode yang dikelompokkan menjadi metode yang menggunakan metode petak (plot) dan metode tanpa plot (plot leass).  Parameter yang digunakan dalam analisis vegetasi adalah kerapatan (density), frekuensi, dominansi dan jumlah relatif  dari ketiga variable tersebut yang dinilai penting. (FKIP Universitas Tadulako, 2000)
            Analisis vegetasi adalah cara mempelajari struktur atau penyebaran dan komposisi atau susunan jenis vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1983).
            Menurut Warsito (1986), analisis vegetasi dilaksanakan dalam penelitian ekologi untuk memperoleh informasi-informasi yang meliputi :
a.       Keadaan hutan itu sendiri seperti luas areal, jenis dan komposisi, keliling, atau diameter pohon, keadaan pertumbuhan atas  dan keadaan pertumbuhan bawah.
b.      Keadaan lapangan dan tanah dimana hutan berada seperti topografi, jenis dan sifat tanah serta geologi.
c.       Keterangan lain mengenai keadaan iklim, transportasi, sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan dan lain-lain